Menjadi Anak Perempuan Pertama, Beban atau Anugerah?
Menjadi Anak Perempuan Pertama, Beban atau Anugerah?
Sebagai manusia, kita tidak bisa memilih bukan, akan
terlahir dari keluarga seperti apa, akan terlahir menjadi apa. Ya begitulah
hidup, banyak hal yang berjalan mungkin tidak seperti kemauan kita, tapi
disitulah letak tantangannya.
Aku sendiri lahir di keluarga sederhana, jauh dari kata
kaya, tapi disitulah letak syukurku. Bersyukur bisa lahir dari orang tua yang mau
mendidikku dengan penuh kasih sayang hingga aku bisa sampai di titik ini, bersyukur
memiliki keluarga yang menurutku itu sempurna. Meskipun mungkin ada hal-hal
yang tidak bisa aku dapatkan dari keluarga lain dan aku harus berjuang lebih
untuk mendapatkannya.
Misalnya, ketika aku bertekad ingin melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, dengan keadaan ekonomi saat itu, aku
tidak akan bisa. Tapi, karena aku mau berjuang, aku bisa. Mungkin saja jika
orang lain yang terlahir dari keluarga kaya, tidak pernah merasakan sulitnya perjuangan
itu. Itulah yang membuatku bersyukur bahwa prosesku yang membentukku saat ini.
Seringkali aku berpikir, sebenarnya aku tidak ingin
menjadi anak perempuan pertama, kalau boleh memilih aku ingin menjadi anak
tengah atau anak bungsu saja. Sepertinya asik kalau punya kakak. Tapi apalah
daya, takdirku menjadi anak perempuan pertama.
Sebagai anak perempuan pertama yang mengidam-idamkan
mempunyai seorang kaka, tentu aku ingin menjadi seorang kaka seperti kaka yang
aku idam-idamkan selama ini. Aku ingin adikku bangga memiliki kaka sepertiku.
Intinya adalah, aku mungkin tidak bisa memiliki kaka seperti yang aku inginkan,
tapi aku bisa menjadi kaka yang adikku inginkan.
Lihatlah, saat ini aku berjuang keras untuk mencapainya.
Aku ingin adikku nanti tidak merasakan kesusahan yang aku rasakan. Jika dulu harapan
untuk kuliah saja tidak ada, aku ingin adikku tidak mengalaminya. Begitupun dengan
pencapaian lain yang mungkin aku tidak bisa mencapainya karena keterbatasan
yang aku punya.
Jadi aku bersyukur, aku memiliki peran dan tugas itu
sekarang “menjadi anak perempuan pertama”. Meski kadang pundakku agak rapuh dan
hampir tak kuat untuk memikulnya, nyatanya aku bisa tetap berjalan sampai
sekarang. Meski kadang aku harus berusaha memendam rasa sakitnya sendirian, nyatanya
aku hatiku bisa ikhlas sampai sekarang.
Dan bagiku menjad anak perempuan pertama adalah sebuah
anugerah. Mungkin memang Tuhan menakdirkanku menjadi pengangkat derajat
keluarga. Bukankah itu keren, terdengar seperti sebuah gelar kehormatan bukan?
Jadi buat kamu anak perempuan pertama, kamu hebat, teruslah berjuang, teruslah
bertahan, jika bukan karena kamu menjadi anak perempuan pertama, kamu mungkin
tidak akan menjadi setangguh ini.

Komentar
Posting Komentar