Emak, Aku Janji akan Bekerja Keras
Emak, Aku Janji akan Bekerja Keras
Selain
bapak, aku juga belajar kerja keras dari emak. Melihat kondisi ekonomi yang
dirasa kurang jika hanya bapak yang bekerja, emak kadang ikut bekerja menjadi
buruh tani. Dulu saat merantau di Jakarta, emak bekerja di pabrik konveksi hingga
akhirnya memutuskan berhenti setelah melahirkanku karena ingin fokus merawatku.
Setelah memutuskan untuk berhenti merantau, tandur dan matun di sawah orang
jadi pekerjaan favorit emak.
Waktu
aku SD, emak sering berangkat ke sawah subuh-subuh, bahkan saat aku belum
bangun. Seringkali aku harus bersiap sendiri untuk sekolah, kadang aku menangis
karena kesal ditinggal sendiri di rumah, tapi lama-lama aku mengerti dan
terbiasa.
“Nok,
itu sarapannya sudah emak siapkan, seragam sekolah juga sudah emak siapkan,
nanti kamu dandan sendiri ya, emak mau mbabad di sawah, ngga apa-apa ya cah
pinter”. Begitulah kira-kira yang emak bisikkan ke telingaku saat aku belum
sepenuhnya sadar karena masih mengantuk.
Biasanya
saat aku mengambek karena ditinggal ke sawah, emak mengiming-imingiku dengan
rayuan “nanti tak ajak mbawon”, atau dengan rayuan “nanti tak bawakan jajan yang
emak dapat dari pemilik sawah saat medang”.
Masakan
emakku adalah yang terlezat di dunia. Aku selalu ingin bisa membuat masakan
seenak buatan emak. Tapi setiap aku ingin membantu emak memasak didapur, emak
selalu beralasan “kamu ini mau bantuin emak atau mau gangguin emak masak,
motong bawang saja lama sekali. Sudah sana, kerjakan PR-mu saja”.
Karena
itulah, aku bisa mencuci baju, menyapu, mengepel rumah, apapun itu pekerjaan
rumah aku bisa kecuali memasak. Aku baru bisa memasak setelah aku merantau,
bahkan masakanku kini sudah hampir seenak punya emak sepertinya. Dibanding
melihat resep di google atau tutorial memasak di Youtube, aku lebih suka
menelpon emak, meminta resep langsung padanya. Walaupun begitu, tetap lebih
istimewa masakan buatan emak.

Komentar
Posting Komentar